Kamis, 28 Februari 2013

Avian influenza




BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Avian influenza (AI) atau flu burung (bird flu) atau sampar unggas (flow plague) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu burung pertama kali ditemukan menyerang di italia sekitar 100 tahun yang lalu. Pada mulanya penyakit ini hanya menyerang unggas mulai ayam ,merpati sampai burung-burung liar akan tetapi,laporan terakhir menyebutkan serangan pada manusia.
Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas di konfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
Flu burung merupakan salah satu jenis penyakit yang penularannya dapat dengan mudah menyebar melalui perantara udara. Pertama kali kasus penyakit flu burung ini ditemukan di suatu daerah di negara Hongkong, serta mulai menyebar luas di kawasan negara-negara di benua Asia, seperti China, Taiwan, Myanmar dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Penyebaran yang begitu cepat ini dipengaruhi oleh salah satu faktor alam yaitu tiupan arah mata angin.
Bersamaan pada saat penyakit flu burung ini ditemukan di Hongkong, pada saat itu pula kondisi cuaca disana sangat mendukung bagi virus avian influenza untuk menyebar ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Bahwasannya, pada saat itu kelembaban udara di Hongkong sedang tinggi dan disertai hembusan angin yang cukup kencang, sehingga penyebaran virus flu burung begitu merebak.
Kondisi cuaca yang tidak tentu akhir-akhir ini menyebabkan penyebaran flu burung terus meluas hingga ke benua Afrika dan Eropa. Dari kawasan Asia Tenggara, avian influenza (jenis virus yang menyebabkan wabah flu burung) ini menyebar melalui tiupan angin yang mengarah tepat ke negara-negara di benua Eropa.
Namun virus ini ternyata tidak begitu bersahabat dengan kondisi lingkungan di Eropa, karena kelembaban udara yang terlalu tinggi sehingga tidak mendukung proses perkembangbiakannya. Sedangkan di Afrika yang didominasi iklim tropis ini membuat avian influenza dapat berkembang dengan cepat, dan banyak menginfeksi jenis unggas terutama burung.
Sedangkan di Indonesia sendiri, ditemukannya penyakit flu burung ini disinyalir berasal dari tiupan angin dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan banyaknya burung dari benua Afrika yang bermigrasi ke Indonesia. Kebanyakan burung yang bermigrasi ke Indonesia ini telah terinfeksi oleh avian influenza dan salah satu hal yang menyebabkannya bermigrasi ke Indonesia karena Indonesia memiliki SDA yang menjadi bahan makanan bagi burung ini. Justru setelah dilakukan penelitian, ternyata penyebab merebaknya penyakit flu burung di Indonesia ini disebabkan oleh burung migran ini. Apalagi iklim Indonesia yang sangat kondusif bagi perkembangan virus avian influenza (iklim tropis dan sub tropis) menyebabkan penyebaran flu burung begitu cepat ke seluruh kawasan Indonesia. Bahkan hingga saat ini Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki korban flu burung terbesar di dunia.
Kasus flu burung di Indonesia sejak tahun 2005 sampai tanggal 5 Juli 2010 sebanyak 166 kasus dan 137 diantaranya meninggal dunia.  Kasus flu burung banyak terjadi pada tahun 2006 dengan 55 kasus dan 45 diantaranya meninggal dunia. Ditahun berikutnya kasus mulai menurun, namun berdasarkan data WHO pada bulan Juli 2010  menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus dan kematian tertinggi. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :








Data Jumlah Kumulatif Kasus Flu Burung pada Manusia di Dunia
Berdasarkan Laporan WHO per 5 Juli 2010
Negara
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Jumlah
K
M
K
M
K
M
K
M
K
M
K
M
K
M
K
M
K
M
Azerbaijan
0
0
0
0
0
0
8
5
0
0
0
0
0
0
0
0
8
5
Banglades
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
Kamboja
0
0
0
0
4
4
2
2
1
1
1
0
1
0
1
1
10
8
Cina
1
1
0
0
8
5
13
8
5
3
4
4
7
4
1
1
39
26
Djibouti
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Mesir
0
0
0
0
0
0
18
10
25
9
8
4
39
4
19
7
109
34
Indonesia
0
0
0
0
20
13
55
45
42
37
24
20
21
19
4
3
166
137
Irak
0
0
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
2
Laos
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
2
2
Myanmar
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Nigeria
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
Pakistan
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
0
3
1
Thailand
0
0
17
12
5
2
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
25
17
Turki
0
0
0
0
0
0
12
4
0
0
0
0
0
0
0
0
12
4
Vietnam
3
3
29
20
61
19
0
0
8
5
6
5
5
5
7
2
119
59
Total
4
4
46
32
98
43
115
79
88
59
44
33
73
32
31
13
500
296

Bila dilihat pada tabel diatas, terlihat bahwa Indonesia menempati peringkat pertama kasus tertinggi di dunia dan Vietnam berada pada peringkat kedua. Bila dibandingkan dengan Vietnam, kematian akibat flu burung di Indonesia masih tinggi dan Vietnam mampu menekan jumlah kasus dan kematian sejak tahun 2005. Bila dibandingkan dengan Thailand, kasus di Thailnad hanya terjadi selama 3 tahun (2004-2006) dan setelah itu tidak terjadi kasus flu burung lagi.
Melihat kasus dan kematian akibat flu burung melalui perbandingan data tersebut diatas maka kita perlu mengetahui lebih lanjut tentang upaya apa yang dilakukan oleh Vietnam dan Thailand dalam upaya penanggulangan flu burung oleh pemerintah negaranya masing-masing dan dibandingkan dengan Indonesia. Apalagi Thailand secara geografis berbatasan dengan Indonesia. Sehingga dengan perbandingkan tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran sehubungan dengan kasus dan kematian flu burung yang terjadi.

B.      RUMUSAN MASALAH
Makalah ini disusun untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah upaya penanggulangan flu burung di Vietnam dan Thailand ?
2.      Bagaimanakah upaya penanggulangan flu burung di Indonesia bila dibandingkan dengan Vitenam dan Thailand ?

C.      TUJUAN
1.      Untuk mengetahui upaya penanggulangan flu burung di Vietnam dan Thailand
2.      Untuk mengetahui upaya penanggulangan flu burung di Indonesia, dan membandingkan dengan upaya yang dilakukan oleh Vietnam dan Thailand










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.      PENGERTIAN
Flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang menyerang burung/unggas/ayam Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh virus influenza dengan kode genetic H5N1 (H= Haemagglutinin, N= Neuramidase) yang selain dapat menular dari burung ke burung ternyata dapat pula menular dari burung ke manusia.

B.      PENYEBAB
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A . Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Virus akan mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit atau 560 C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
Virus jenis H5N1 dikenal sebagai virus flu burung yang paling membahayakan yang telah menginfeksi baik manusia ataupun hewan. Virus yang juga dikenal dengan A(H5N1) ini merupakan virus epizootic (penyebab epidemik di mahluk non manusia) dan juga panzootic (yang dapat menginfeksi binatang dari berbagai spesies dari area yang sangat luas.
Virus HPAI A (H5N1) pertama kali diketahui membunuh sekawanan ayam di Skotlandia pada tahun 1959, namun virus yang muncul pada saat itu sangat berbeda dengan virus H5N1 pada saat ini. Jenis dominan dari virus H5N1 yang muncul pada tahun 2004 berevolusi dari virus yang muncul pada tahun 2002 yang menciptakan gen tipe Z.
Virus H5N1 dibagi menjadi 2 jenis turunan, turunan yang pertama adalah virus yang menginfeksi manusia dan burung yang ada di Vietnam, Thailand, Kamboja dan burung yang ada di Laos dan Malaysia. Jenis turunan pertama ini tidak menyebar ke daerah lain.
Sedangkan yang turunan jenis 2 dikenali dari burung yang ada di China, Indonesia, Jepang, dan Korea Utara yang kemudian menyebar ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika. Virus jenis turunan ke 2 ini adalah virus yang menjadi penyebab infeksi ke manusia yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2006 di berbagai Negara. Analisa genetik yang telah dilakukan membuktikan bahwa ada 6 jenis subklas dari turunan jenis ke 2, yang 3 diantaranya tersebar dan menginfeksi manusia di Negara-negara berikut ini :
Subklas 1 : Indonesia
Subklas 2 : Eropa, Timur Tengah dan Afrika
Subklas 3 : China
H5N1 sebenarnya adalah jenis virus yang menyerang reseptor galactose yang ada pada hidung hingga ke paru-paru pada unggas yang tidak ditemukan pada manusia, dan serangan hanya terjadi disekitar alveoli yaitu daerah daerah di paru-paru dimana oksigen disebarkan melalui darah. Oleh karena itu virus ini tidak gampang disebarkan melalui udara saat batuk atau bersin seperti layaknya virus flu biasa.
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1997, peneliti menemukan bahwa virus H5N1 terus berevolusi dengan melakukan perubahan di zat antigen dan struktur gen internal yang kemudian dapat menginfeksi beberapa spesies yang berbeda.
Virus yang pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997 dan 2001 tidak mudah ditularkan dari burung satu ke lainnya dan tidak menimbulkan penyakit yang mematikan pada beberapa binatang. Namun pada tahun 2002, jenis baru virus H5N1 muncul, dikenal dengan virus H5N1 tipe gen Z yang menjadi tipe gen dominan, yang menyebabkan penyakit akut pada populasi burung di Hongkong, termasuk disfungsi neurologi dan kematian pada bebek dan jenis unggas lainnya.
Virus dengan tipe gen inilah yang menjadi epidemic di Asia Tenggara yang menyebabkan kematian jutaan ekor ayam dan dari 2 sub klas yang tercipta akibat mutasi virus yang selalu berubah telah menimbulkan korban ratusan manusia yang meninggal dunia. Mutasi yang terjadi dari jenis virus ini meningkatkan patogen virus yang dapat memperparah serangan virus ke berbagai spesies dan ditakutkan nantinya mampu menularkan virus dari manusia ke manusia lainnya. Mutasi tersebut terjadi di dalam tubuh burung yang menyimpan virus dalam jangka waktu lama di dalam tubuhnya sebelum akhirnya meninggal akibat infeksi.
Mutasi yang terjadi pada virus H5N1 merupakan karakteristik jenis virus influenza, dimana virus tersebut mampu mengkombinasikan jenis 2 jenis virus influenza yang berbeda yang berada dalam 1 jenis reseptor pada saat yang bersamaan.
Kemampuan virus untuk bermutasi menghasilkan jenis yang mampu menginfeksi berbagai jenis spesies adalah karena adanya variasi yang ada di dalam gen hemagglutinin. Mutasi genetik dalam gen hemaglutinin menyebabkan perpindahan asam amino yang pada akhrinya dapat mengubah kemampuan protein dalam hemagglutinin untuk mengikat reseptor dalam permukaan sel.
Mutasi inilah yang dapat mengubah virus flu burung H5N1 yang tadinya tidak dapat menginfeksi manusia menjadi dapat dengan mudah menular dari unggas ke manusia. Oleh karena itu peneliti sekarang sedang giat-giatnya mencoba memahami sifat virus ini dan berusaha melakukan rekayasa genetika dengan memasukkan 2 asam amino virus flu spanyol H1N1 ke dalam hemaglutinin H5N1 sehingga nantinya virus H5N1 tidak menjadi pandemik yang membahayakan manusia seperti yang terjadi pada wabah tahun 1918.
Penelitian itu membuahkan hasil yang menggembirakan dimana objek penelitian dapat tetap sehat meskipun ditempatkan dalam 1 ruangan bersama objek yang sakit.




C.      GEJALA
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.
1.      Gejala pada unggas.
- Jengger berwarna biru
- Borok dikaki
- Kematian mendadak
2.      Gejala pada manusia.
Virus Flu Burung yang pada awalnya diketahui hanya bisa menular antar sesama unggas, menciptakan mutasi baru yang dapat juga menyerang manusia. Mutasi virus ini dapat menginfeksi manusia yang berkontak langsung dengan sekresi unggas yang terinfeksi. Manusia yang memiliki resiko tinggi tertular adalah anak-anak, karena memiliki daya tahan tubuh yang lebih lemah, pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas, serta pemilik unggas peliharaan rumahan.
Masa inkubasi virus adalah 1-7 hari dimana setelah itu muncul gejala-gejala seseorang terkena flu burung adalah dengan menunjukkan ciri-ciri berikut :
1.      Menderita ISPA
2.      Timbulnya demam tinggi (> 38 derajat Celcius)
3.      Sakit tenggorokan yang tiba-tiba
4.      Batuk, mengeluarkan ingus, nyeri otot
5.      Sakit kepala
6.      Lemas mendadak
7.      Timbulnya radang paru-paru (pneumonia) yang bila tidak mendapatkan penanganan tepat dapat menyebabkan kematian

Mengingat gejala Flu burung mirip dengan flu biasa, maka tidak ada yang bisa membedakan flu burung dan flu biasa. Jika ada penderita yang batuk, pilek dan demam yang tidak kunjung turun, maka disarankan untuk segera mengunjungi dokter atau rumah sakit terdekat.
Penderita yang diduga mengidap virus Flu burung disebut penderita suspect flu burung dimana penderita pernah mengunjungi peternakan yang berada di daerah yang terjangkit flu burung, atau bekerja dalam laboratorium yang sedang meneliti kasus flu burung, atau berkontak dengan unggas dalam waktu beberapa hari terakhir.
Kasus probable adalah kasus dimana pasien suspek mendapatkan hasil tes laboratorium yang terbatas hanya mengarah pada hasil penelitian bahwa virus yang diderita adalah virus jenis A, atau pasien meninggal karena pneumonia gagal.
Sedangkan kasus kompermasi adalah kasus suspek atau probable dimana telah didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan bahwa virus flu yang diderita adalah positif jenis H5N1, PCR influenza H5 positif dan peningkatan antibody H5 membesar 4 kalinya.
Namun, gejala yang dimunculkan oleh virus H5N1 ini berbeda-beda dimana ada kasus seorang anak laki-laki yang terinfeksi virus H5N1 yang mengalami diare parah dan diikuti dengan koma panjang tanpa mengalami gejala-gejala seperti influenza, oleh karena itu pemeriksaan secara medis penting dilakukan terutama bila mendapati timbulnya gejala penyakit yang tidak wajar

D.      MASA INKUBASI
- Pada Unggas : 1 minggu
- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari

E.      PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada dasarnya dilakukan untuk menilai keadaan kesehatan pasien dan juga untuk mendeteksi bakteri/virus apa yang menyerang pasien tersebut. Pemeriksaan untuk menilai keadaan kesehatan antara lain dengan menilai kadar leukosit, fungsi hati, fungsi ginjal, dan yang penting juga analisis gas darah arteri.
Pada pemeriksaan ini, antara lain, akan dapat diketahui berapa kadar oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) di darah pasien. Kalau oksigennya rendah, nilai normalnya berkisar 85-95 mmHg, dan atau karbondioksidanya tinggi, nilai normalnya 35-45 mmHg, maka dapat terjadi keadaan gawat napas. Dari data yang ada, sebagian besar pasien flu burung meninggal karena gawat napas akut ini.
Upaya menemukan virus flu burung dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai respons antigen antibodi dan atau mengisolasi virusnya sendiri. Pada kasus flu burung juga dapat dijumpai peningkatan titer netralisasi antibodi dan dapat pula dilakukan analisis antigenik dan genetik, antara lain untuk mengetahui apakah sudah ada mutasi dari virus tersebut.
Kedua pasien di Hongkong (tahun 1999) menjalani pemeriksaan ELISA (enzyme liknk immuno sorbent assay), cairan saluran hidung tenggorok. Ternyata positif influenza A. Pada kedua kasus ini juga dilakukan kultur pada cairan saluran hidung tenggorok yang menunjukkan positif influenza A (H9N2).
Pada kasus yang terjadi di Hongkong (tahun 1997), diagnosis infeksi virus H5N1 dipastikan dengan ditemukannya virus. Lokasi diisolasinya virus ini ada pada usap tenggorok, cairan yang diisap daritrakea, aspirat saluran hidung tenggorok, dan ada pula virus yang ditemukan dari cairan bronko alveolar yang didapat dengan pemeriksaan bronkoskopi (memasukkan alat ini ke paru pasien).






BAB III
EPIDEMIOLOGI

A.      SUMBER PENULARAN
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia.
Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari.

B.      PENULARAN
Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar.
Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga.
Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.
Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal. Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan.
Tidak selamanya jika tertular virus akan menimbulkan sakit. Namun demikian, hal ini dapat membahayakan di kemudian hari karena virus selalu bermutasi sehingga memiliki potensi patogen pada suatu saat. Oleh karena itu, jika ditemukan hewan atau burung yang mati mendadak pihak otoritas akan membuat dugaan adanya flu burung. Untuk mencegah penularan, hewan lain di sekitar daerah yang berkasus flu burung perlu dimusnahkan.dan dicegah penyebarannya

C.      Pencegahan
1.      Pada Unggas :
a)      Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
b)      Vaksinasi pada unggas yang sehat
2.      Pada Manusia :
a)      Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)
ü  Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
ü  Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung.
ü  Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
ü  Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
ü  Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
ü  Imunisasi.
b)      Masyarakat umum
1)      Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
2)      Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
ü  Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
ü  Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu ± 640C selama 4,5 menit.

D.     Pengobatan
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah:
a.      Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
b.      Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
c.       Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
d.      Amantadin diberikan pada awal infeksi , sedapat mungkin dalam waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.

E.      Tindakan Departemen Kesehatan
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh flu burung, Departemen Kesehatan mengambil beberapa tindakan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.      Melakukan Investigasi pada pekerja, penjual dan penjamah produk ayam di beberapa daerah KLB flu burung pada ayam di Indonesia (untuk mengetahui infeksi flu burung pada manusia)
b.      Melakukan monitoring secara ketat terhadap orang-orang yang pernah kontak dengan orang yang diduga terkena flu burung. hingga terlewati dua kali masa inkubasi yaitu 14 hari.
c.       Menyiapkan 44 rumah sakit di seluruh Indonesia untuk menyiapkan ruangan observasi terhadap pasien yang dicurigai mengidap Avian Influenza.
d.      Memberlakukan kesiapsiagaan di daerah yang mempunyai resiko
e.      Menginstruksikan kepada Gubernur pemerintah propinsi untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjangkitnya flu burung di wilayah masing-masing
f.        Meningkatkan upaya penyuluhan kesehatan masyarakat dan membangun jejaring kerja dengan berbagai pihak untuk edukasi terhadap masyarakat agar masyarakat tetap waspada dan tidak panik
g.      Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan departemen pertanian dan pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan flu burung
h.      mengumpulkan informasi yang meliputi aspek lingkungan dan faktor resiko untuk mencari kemungkinan sumber penularan oleh tim investigasi yang terdiri dari Depkes, Deptan dan WHO.

F.       BAHAYA PANDEMI
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menandai awal terjadinya pandemi:
• Sebuah virus subtipe HA, yang tidak pernah menyerang manusia minimal satu generasi, kini muncul (atau muncul kembali) dan
• Menginfeski serta mengalami replikasi secara efisien dalam tubuh manusia dan
• Secara mudah menyebar dan bertahan dalam populasi manusia. Ini menunjukkan bahwa ancaman terjadinya pandemi influensa baru pada manusia bukanlah secara khusus terkait dengan minculnya HPAI H5N1. Sebegitu jauh,
H5N1 hanya memenuhi dua dari tiga syarat di atas: artinya, untuk sebagian besar umat manusia ada subtipe baru dan sudah menular serta menimbulkan penyakit yang berat dan sangat mematikan, dengan kematian yang l40 kasus sampai sat ini.
Pada sebagian besar manusia tidak ada kekebalan terhadap virus sejenis H5N1. Sebuah pandemi baru sudah di ambang pintu seandainya H5N1 garis Asia berhasil memperoleh sifat-sifat yang memungkinkan ia dapat menular secara efisien dan bertahan dari manusia ke manusia. Baik sifat-sifat itu diperoleh melalui adaptasi secara berangsur ataupun melalui reasortasi dengan virus yang sudah beradaptasi dalam tubuh manusia (Guan 2004). Secara in vitro sudah dibuktikan bahwa dua pertukaran asam amino yang berlangsung simultan yang terjadi pada reseptor tempat penggabungan protein HA dari virus HPAI H5N1 garis Asia (Q226L dan G228S) mengoptimalkan ikatannya kepada reseptor tipe 2-6 pada manusia seperti yang dimiliki oleh virus influenas A yang sudah beradaptasi dalam tubuh manusia (Harvey 2004). Gambaryan et al (2006) berhasil mengidentifikasi dua isolat virus manusia yang berasal dari ayah dan anak laki-lakinya yang telah terinfeksi H5N1 di Hong Kong pada tahun 2003, yang berbeda dengan semua isloat H5N1 lainnya yang diperoleh dari manusia dan unggas, menunjukkan afinitas yang lebih tinggi terhadap resseptor 2-6 akibat telah terjadi mutasi S227N secara unik pada tempat penggabungan di reseptor HAI. Pandemi mungkin kini sudah di ambang pintu, atau bahkan sudah terjadi ketika anda membaca naskah ini. Tidak seorang pun dapat meramalkannya. Kemungkinan hal seperti itu terjadi berkorelasi langsung dengan jumlah virus yang beredar di unggas, dan dengan demikian juga berarti dengan besarnya kemungkinan manusia terpapar. Oleh karena itu keberhasilan membasmi H5N1 pada sumbernya akan menurunkan risiko pandemi oleh virus ini. Ada perkiraan, yang dibahas di email dan juga berbagai forum diskusi, bahwa cukup dengan investasi sebesar 10% dari dana yang disediakan untuk mengembangkan vaksin manusia yang spesifik H5, akan mempunyai efek yang lebih besar jika digunakan untuk membasmi H5N1 pada unggas dalam upaya mencegah wabah H5N1 pada manusia. Sejak pertama kali H5N1 dapat diisolasi dari manusia di tahun 1997, virus ini belum berhasil menyelesaikan langkah terakhir (yaitu menyebar secara mudah serta mampu bertahan pada manusia) dalam memenuhi tiga syarat di atas untuk dapat menjadi pandemi di kalangan manusia. Tetapi penelitian mutakhir belum lama ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun virulensi H5N1 pada mamalia makin meningkat dan jenis penjamu pun makin meluas:
H5N1 yang diisolasi dari bebek domestik yang nampak sehat di daratan China dari tahun 1999 sampai 2002, dan juga di Vietnam sejak 2003 secara preogresif makin patogenik terhadap mamalia (Chen 2004).
H5N1 telah memperluas jenis penjamu, dan secara alami telah menulari dan membunuh beberapa spesies mamalia (kucing, harimau) yang sebelumnya dianggap resisten terhadap infeksi virus influensa unggas.
Meskipun demikian, jangan sampai kita lengah karena sementara kita terlalu memusatkan perhatian kepada situasi H5N1 di Asia, virus influensa lain yang mungkin lebih mempunyai potensi untuk menimbulkan pandemi dapat saja muncul. Misalnya beberapa strain dari subtipe H9N2 yang sebelum tahun 1980-an belum ditemukan di Asia, kini bukan saja mulai meluas di antara populasi unggas di Asia tetapi juga telah melintas ke populasi babi di bagian tenggara dan timur China (Shortridge 1992, Peiris 2001, Xu 2004). Reseptor dari virus-virus ini menunjukkan kesamaan dalam ciri-ciri spesifiknya dengan virus yang telah beradaptasi dengan manusia (Li 2005b, Matrosovich 2001). Viru-virua H9 ini mempunyai penjamu yang luas, dan secara genetik beragam serta dapat secara langsung menginfeksi manusia. Strain H9N2 yang telah menginfeksi manusia di Hong Kong, malah menunjukkan gentipe yang dekat dengan genotipe virus H5N1 tahun 1997 (Lin 2000).
BAB IV
PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian masuknya kasus flu burung di Indonesia diduga berasal dari tiupan angin dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan banyaknya burung dari benua Afrika yang bermigrasi ke Indonesia. Kebanyakan burung yang bermigrasi ke Indonesia tersebut ini telah terinfeksi oleh avian influenza dan salah satu hal yang menyebabkannya bermigrasi ke Indonesia karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang menjadi bahan makanan bagi burung ini dan iklim Indonesia yang sangat kondusif bagi perkembangan virus avian influenza (iklim tropis dan sub tropis) menyebabkan penyebaran flu burung begitu cepat ke seluruh kawasan Indonesia.
Melihat proses masuknya virus flu burung ke Indonesia maka upaya penanggulangan flu burung harus melibatkan kerjasama lintas sector khususnya yang berhubungan dengan peternakan. Karena dengan merebaknya kasus flu burung ini memberikan dampak terhadap perekonomian khususnya disektor peternakan yang mengalami kerugian ratusan juta karena unggas terjangkit virus flu burung dan harus dimusnahkan. Pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk mengganti unggas yang dimusnahkan, biaya vaksinasi bagi unggas/ayam yang lainnya agar tidak tertular flu, biaya untuk pengawasan unggas dan sebagainya.
Disamping pengendalian flu burung yang penularannya dari unggas ke unggas maka pengendalian flu burung dari unggas ke manusia menjadi sangat penting untuk dilakukan karena akan menimbulkan wabah bahkan pandemic yang dapat meluas secara cepat. Kasus flu burung pada manusia di Indonesia pada tahun 2005 telah mengakibatkan kematian sebanyak 13 orang dari 20 orang yang menderita flu burung positif atau CFR nya sebesar 65 %. Pada tahun selanjutnya kasus flu burung terus meningkat, seperti yang terlihat pada tahun 2006 jumlah kematian akibat flu burung sebanyak 45 orang dari 55 kasus dengan CFR sebesar 82%. Pada tahun 2007, CFR sebesar 88% (37 kematian dari 42 kasus) dan tahun 2008 dengan CFR sebesar 83% ( 20 kematian dari 24 kasus). Dan pada tahun 2009, CFR meningkat menjadi 90% dengan 19 kematian dari 21 kasus.
Pada tabel pada bab I terlihat bahwa upaya penanggulangan flu burung di Vietnam dan Thailand mampu menekan dan menurunkan kasus dan kematian lebih cepat dan lebih rendah dari tahun ke tahun. Gambaran perbandingan CFR flu burung Indonesia, Thailand dan Vietnam dapat dilihat pada tabel berikut :
Negara
CFR (%)
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Ket
Indonesia
0
0
65
82
88
83
90
75

Vietnam
100
69
31
0
63
83
100
29

Thailand
0
71
40
100
0
0
0
0


Melihat gambaran perbandingan diatas nampak bahwa upaya penanggulangan flu burung di Vietnam dan bahkan Thailand lebih berhasil dibanding Indonesia. Untuk itu perlu diketahui lebih lanjut kebijakan dan upaya yang dilakukan oleh masing-masing negara terhadap penanggulangan flu burung.
 Pemerintah di Thailand, Vietnam, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan, telah memerintahkan pembunuhan massal ayam untuk memerangi penyebaran virus itu. Vietnam telah menghabisi lebih dari tiga juta ayam dan Thailand lebih dari tujuh juta ayam. Thailand mengerahkan tentara dan ratusan narapidana untuk membunuhi ratusan ribu ayam. Dengan rakyat biasa terlalu takut untuk mendekati ayam, sebanyak 400 tentara dikerahkan ke propinsi yang terdapat kasus flu burung. Berjangkitnya penyakit flu burung itu telah memukul industri ekspor ayam Thailand, terutama para peternak kecil.
 Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand dan Vietnam  dalam pembunuhan massal ayam/unggas telah berhasil atau setidaknya menurunkan kasus flu burung. Kebijakan dinegara tersebut juga dengan melibatkan tentara dan narapidana yang diperintahkan khusus untuk membasmi ayam yang dapat menjadi sumber penularan flu burung. Dalam konteks pemberantasan penyakit menular jika sumber penularan dapat dihilangkan maka maka penularan penyakit dengan sendirinya akan terhenti.
Dibandingkan dengan Indonesia, untuk pembasmian unggas secara massal sulit dilakukan. Kebijakan untuk membasmi unggas telah dikeluarkan tapi sulit dilaksanakan karena terkait penggantian/ganti rugi terhadap unggas yang tidak pasti, terdapat pula penolakan dari sebagian kelompok masyarakat karena kurang maksimalnya sosialisasi dan edukasi oleh pemerintah. Hal inilah yang meningkatkan kasus dan kematian flu burung pada manusia karena kemungkinan masih ada unggas yang sudah terjangkit flu burung tapi tidak dideteksi atau tidak dimusnahkan. Sehingga hingga tahun 2010 masih terdapat kasus flu burung dan kematian pada manusia.
Peningkatan kasus flu burung ini karena sulitnya melakukan pengawasan terhadap unggas dan tidak semua unggas yang berada pada lokasi unggas terjangkit tidak segera dimusnahkan. Disamping itu kontak antara manusia dan unggas yang masih tinggi dan sulit diawasi atau dikendalikan sehingga kasus flu burung terus meningkat. Sebagian besar kasus flu burung pada manusia berakhir dengan kematian walaupun sudah mendapat penanganan yang intensif di rumah sakit.
Upaya penanggulangan flu burung dilakukan oleh pemerintah telah dilakukan dengan strategi memfokuskan pengendalian penyakit pada unggas dan penatalaksanaan kasus pada manusia yang menderita flu burung. Selama masih ada unggas yang terkena flu burung atau endemic disuatu daerah maka potensi penularan atau nerjangkit ke manusia masih tinggi. Untuk itu juga dilakukan surveilans epidemiologi pada unggas dan manusia. Dan memberikan perlindungan terhadap kelompok yang berisiko tinggi yaitu kepada kelompok atau orang yang sering kontak dengan unggas seperti peternak.
Upaya pengendalian lainnya yang penting adalah dengan meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat luas secara terus menerus tentang gejala flu burung, tindakan/atau respon cepat yang harus dilakukan masyarakat jika mendapatkan gejala flu burung baik pada unggas atau manusia. Edukasi kepada masyarakat juga lebih difokuskan kepada kelompok-kelompok berisiko agar penularan flu burung dari unggas ke manusia dapat diminimalkan.
Karena luasnya dampak yang ditimbulkan dari penularan flu burung ini maka pemerintah harus membangun jejaring kerjasama dengan berbagai pihak khususnya yang memiliki kapasitas dalam upaya penanggulangan flu burung ini. Dengan kuatnya jejaring yang terbangun ini maka diharapkan meningkatkan kesiapsiagaan diberbagai sector dan masyarakat dan mempercepat langkah-langkah penanggulangan secara terpadu jika terjadi peningkatan kasus flu burung bahkan jika terjadi pandemic flu burung.
Telah diketahui bersama bahwa flu burung telah memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan perekonomian masyarakat dan kesehatan masyarakat itu sendiri. Untuk itu kewaspadaan dan kesiapsiagaan harus terus dilakukan, mengingat flu burung penularannya sangat cepat dari segi waktu dan tempat yang menimbulkan kerugian yang besar dan berdasarkan data kematian akibat flu burung di Indonesia di atas 80%.
Saat ini kasus flu burung sudah menurun dan bahkan tidak terdapat lagi. Tetapi kasus flu burung masih berpotensi terjadi secara tiba-tiba. Untuk itu pada saat inilah saatnya dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas bagi petugas-petugas yang terlibat disetiap sector khususnya yang terkait dengan surveilans pada unggas dan manusia serta pada penanganan penderita secara cepat dan tepat. Surveilans dilakukan secara berjenjang mulai pada tingkat paling bawah yakni masyarakat. Didaerah-daerah yang pernah dengan riwayat penularan harus terus menerus meningkatkan kewaspadaan dan daerah-daerah yang berhubungan secara epidemiologi.










BAB V
KESIMPULAN
A.      KESIMPULAN
1.      Upaya yang dilakukan di Vietnam dan Thailand dalam penanggulangan flu burung dengan memerintahkan pembasmian unggas/ayam secara massal dengan melibatkan tentara dan narapidana untuk bertugas membantu mempercepat pemusnahan unggas.
2.      Upaya penanggulangan flu burung yang dilakukan di Indonesia dalam pembasmian unggas secara massal tidak dilakukan dengan berbagai kendala, sehingga penularan masih terus terjadi
3.      Angka CFR flu burung di Indonesia pada tahun 2005 65 %, tahun 2006 sebesar 82%, tahun 2007 sebesar 88%, tahun 2008 sebesar 83%,  dan pada tahun 2009, CFR meningkat menjadi 90%
4.      Flu burung telah menimbulkan kerugian ekonomi yang besar khususnya pada sector peternakan dan berdampak ke kesehatan seperti menurunnya tingkat konsumsi daging unggas sehingga dapat memberikan dampak pada gizi masyarakat

B.      SARAN
1.      Perlunya mengambil tindakan cepat dalam memusnahkan secara massal unggas pada wilayah-wilayah yang terdapat kasus flu burung dengan melibatkan segenap komponen pemerintahan dan  masyarakat
2.      Perlunya meningkatkan system surveilans baik pada hewan dan manusia/masyarakat mulai dari level masyarakat secara berjenjang yang dilakukan secara terus menerus.
3.      Perlunya meningkatkan promosi kesehatan dan edukasi kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat atau kelompok yang berisiko
4.      Perlunya meningkatkan kapasitas terhadap sector-sektor terkait dalam upaya kewaspadaan, kesiapsiagaan dan penanggulangan flu burung serta dalam menghadapi kemungkinan terjadinya pandemic
5.      Perlunya membangun jejaring kerjasama yang luas dalam upaya penanggulangan flu burung mulai tingkat daerah dan ditingkat pusat.
TUGAS MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
MATERI : FLU BURUNG



 
DISUSUN OLEH ;
HELENA SAHUSILAWANE





UNIVERSITAS HASANUDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar